Kiai Asy’ari, Codot, dan Pelajaran Shalat


KH Achmad Al Asy’ari merupakan salah satu ulama besar dari Tegalsari, Laweyan, Solo, yang memiliki nama kecil Abdul Malik bin Mohd. Ishak Kartohudro. Namanya kemudian diganti Asy’ari karena konon ia mengidolakan Imam Abul Hasan Al-Asy’ari, pendiri mazhab Asy’ariyyah. Sumber lain menyebutkan, pergantian nama tersebut sebagai harapannya, agar ia menjadi seperti gurunya, Kiai Asy’ari Bawean, sebagai seorang ulama ahli falak.

Selain dikenal ahli falak, Kiai Asy’ari juga memiliki kepribadian yang santun. Dalam mendidik dan mengajarkan agama, ia memiliki metode tersendiri, yang membuat orang menjadi tertarik tanpa ada rasa keterpaksaan.

Metode yang ia pakai, masih diingat betul salah satu cucunya, Ustad Ali bin KH Naharussurur. Saat ditemui NU Online di Pesantren Ta'mirul Islam, Kamis (17/11), ia bercerita, ketika itu ia bersama cucu lainnya diajak untuk pergi masjid untuk sholat subuh.

“Mbah Asy'ari, tidak pernah mengajak kami untuk bangun sholat shubuh, tapi sebelum tidur, biasanya beliau bertutur : Le, ayo ndang turu! Tak kandani, sak durunge subuh, codot kui padha mangani pelem. Mula, sesuk tangi sak durunge subuh, ben ora kedhisikan codot. (Nak, ayo segera tidur! Saya kasih tahu, sebelum subuh, kelelawar keluar mencari mangga. Maka dari itu, besok mesti bangun sebelum subuh, agar tidak kalah cepat dengan kelelawar)," kata Ustad Ali, menirukan ucapan kakeknya.

Pada keesokan harinya, Ali pun ikut bangun. Bersama cucu yang lain, ia mengikuti Mbah Asy’ari mencari mangga di halaman rumah. Setelah menemukan beberapa, kemudian Mbah Asy’ari mengajak mereka untuk “bersembunyi”, menunggu agar para codot (kelelawar) kembali menjatuhkan buah mangga mereka.

“Kami diajak ndelik (bersembunyi), tapi sembunyinya ini, ternyata kita diajak ke masjid untuk ikut jamaah shalat shubuh,” kenangnya.

Setelah mengikuti jamaah shalat, anak-anak sudah tidak sabar untuk segera mencari mangga. Namun, Mbah Asyari kembali memberitahu agar mencarinya, saat suasana sudah agak terang, sehingga mangga yang dicari kelihatan jelas.

“Namun, yang tidak kami sadari, kami menunggu Simbah yang sedang wiridan, dengan kata lain kami juga diajari untuk wiridan,” ungkap pria yang akrab disapa Abah Ali itu.

Yang lebih ajaib lagi, adalah buah yang mereka temukan tidak hanya mangga, tapi juga rambutan, salak dan sebagainya, meskipun di halaman rumah Kiai Asy’ari tidak tumbuh pohon tersebut.

Setelah dewasa, barulah ia tahu, kalau buah yang mereka cari itu sudah disiapkan Mbah Asy’ari, agar mereka terbiasa untuk bangun pagi dan shalat shubuh berjamaah, tanpa dipaksa ataupun karena takut.

“Ternyata tanpa sepengetahuan kami, pada hari sebelumnya, Simbah sudah pesan kepada ibu saya, untuk membeli sejumlah buah dan menyebarkannya di halaman rumah,” kata Ustadz Ali.

KH Achmad Al Asy’ari wafat pada 26 April tahun 1975, dan dimakamkan di Pemakaman Pulo Laweyan Solo. Lahu al-fatihah!

Sumber