Sekitar 20 Pesantren Ajarkan Radikalisme


Kementrian Agama menyebutkan jumlah pesantren yang teridentifikasi mengajarkan radikalisme jumlahnya kurang dari 20 pesantren, dan mereka tidak memiliki izin dari Kemenag. Sekjen Kemenag Nur Syam mengatakan kementerian agama yang membawahi pesantren tak bisa memberikan sanksi terhadap pesantren tersebut karena tidak memiliki aturan hukum.

“Mekanisme sanksi kita belum punya, (ke depan) saya rasa diperlukan dengan perkembangan ISIS dan harus ada peraturan menteri agamanya dulu, bukan sanksi tetapi ada poin-poin dan indikasi pelanggaran pendirian pesantren itu bisa diberi sanksi termasuk yang tidak berizin,” jelas Nur Syam.

Upaya yang dilakukan oleh Kementrian Agama, menurut Nur Syam, adalah dengan melakukan dialog dengan 70 ribu pesantren dibawah Kemenag, yang melaksanakan ajaran sesuai dengan ideologi bangsa serta masyarakat untuk mencegah agar ajaran radikal tidak meluas.

Selain itu, Nur Syam mengatakan aparat kemenag di tingkat kecamatan ataupun kabupaten memiliki peranan penting untuk melakukan pendataan yang akurat mengenai ajaran pesantren di daerahnya. Data tersebut dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengetahui pesantren mana yang sesuai dengan kondisi Indonesia dan yang tidak.

Tetapi, Nur Syam mengaku tidak mudah untuk mengubah pesantren yang mengajarkan radikalisme karena mereka tak hanya menjadikan pesantren sebagai tempat pendidikan spiritual tetapi pengembangan ideologi yang mereka pahami.

Pendekatan

Pengamat masalah terorisme Taufik Andrie mengatakan meski jumlah pesantren yang teridentifikasi mengajarkan radikalisme jauh sedikit tetap harus diwaspadai, sehingga pemerintah juga harus menyiapkan aturan dan upaya mendekati pesantren tersebut.
"Bisa jadi meluas karena itu tadi metodenya mereka itu bergerak dengan klandestin, dakwahnya tidak formal, metode ataupun kurikulum pendidikannya pun tidak formal, sehingga lebih cepat lebih luas mempengaruhi orang dibandingkan dengan metode formal yang dikembangkan kementrian agama atau ormas-ormas Islam untuk mencegah radikalisme, bukan hanya didata dan dimonitor tetapi juga didekati, seperti JI," kata Taufik.

Tetapi menurut Taufik Andrie mengatakan pendekatan terhadap pesantren "garis keras" untuk mengatasi ajaran radikalisme cukup efektif.

Dia mengatakan dalam 12 tahun terakhir jumlah pesantren yang mengajarkan radikalisme di Indonesia menurun, jika dibandingkan dengan ratusan pesantren yang mendukung Jemaah Islamiyah atau yang dikenal dengan Jaringan Ngruki.
Meski jumlahnya lebih sedikit tetapi menurut Taufik, belum tentu pengaruh mereka juga menurun.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, BNPT, Ansyaad Mbai mengatakan, pemerintah dan DPR harus merevisi Undang-Undang Terorisme untuk menjerat orang-orang yang menyebarkan kebencian dan permusuhan.

Sumber