Macam-Macam Sabar

Sikap sabar itu harus diterapkan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, tidak saja dalam menghadapi musibah, tetapi dalam keadaan lapang ataupun senang. Rasulullah SAW bersabda:
“Sabar itu adalah separuh dari iman” (Hadits Riwayat Abu Na’im dan Al-Khatib).
Apabila dilihat dari sudut pandang para ahli filsafat Islam, mereka membagi penerapan sikap sabar itu diantaranya lima bagian :


1. Sabar dalam beribadah
Sabar dalam mengerjakan ibadah ialah dengan tekun mengendalikan diri dalam melaksanakan syarat-syarat dan tata tertib ibadah, tidak tergesa-gesa. Menurut Iman Ghozali dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan tiga hal, yaitu :
  • Sebelum melakukan ibadah, harus dipersiapkan dengan niat suci/ikhlas semata-mata beribadah karena taat kepada Allah (tidak ada niat lain).
  • Pada saat melakukan ibadah jangan lalai memenuhi syarat-syarat dan tata tertibnya. Di waktu melaksanakan sholat jangan tergesa-gesa, seperti waktu sujud jangan (jidat) asal menempel saja terus bangkit lagi. Ingatlah kepada sabda Rasulullah SAW: Hubungan paling dekat antara hamba, manusia dengan Tuhannya yaitu ketika seseorang bersujud, maka perbanyaklah do’a.” (HR. Muslim)
  • Sesudah selesai beribadah, yaitu jangan bersikap riya’ (menceritakan ibadah yang telah dilakukan atau amal sholeh lainnya dengan maksud supaya mendapat pujian dan sanjungan dari manusia).

2. Sabar di Waktu Terkena Musibah
Apabila ditimpa musibah atau mendapat cobaan dari Allah, yang berupa kemiskinan, kematian, kecelakaan, kegagalan dalam usaha dan sebagainya, sabar harus tetap dimiliki, sebab jika tidak dihadapi dengan kesabaran, maka akan terasa berat tekanannya terhadap jasmani ataupun rohani. Badan semakin lemah, hati dan fikiran semakin sempit, maka akhirnya timbullah kegelisahan, kecemasan, kepanikan dan bisa, menimbulkan putus asa dalam kehidupan. Bahkan tidak sedikit mereka menempuh jalan keluarnya dengan bunuh diri.

3. Sabar dalam Kehidupan Dunia
Sabar terhadap tipu daya dunia, jangan sampai terpesona atau tertarik kepada kenikmatan-kenikmatan dunia sementara ini, sehingga dapat melalaikan dan melupakan kenikmatan-kenikmatan ukhrowi yang kekal di akhirat.
Dunia ini bukan tujuan tetapi sarana untuk mendapat kenikmatan dan kehidupan yang abadi yaitu kehidupan di. akhirat. Jadikanlah dunia ini sebagai tempat becocok tanam yang buahnya akan kita petik di akhirat nanti.
Banyak orang yang terpesona dan tertarik kenikmatan dan kemewahan hidup di dunia ini sehingga hawa nafsunya dilampiaskan dengan hidup berlebih-lebihan, rakus, tamak dan lain-lain, sehingga tidak memperdulikan lagi mana yang halal dan mana yang haram, bahkan kadang-kadang merusak dan merugikan orang lain. Juga sampai berani mengorbankan imannya demi untuk kepentingan duniawi, yaitu mencari kekayaan dengan jalan syirik.
Kebahagiaan dunia itu sangat kecil bila dibandingkan dengan kebahagiaan akhirat, sesuai dengan hadits Rasul SAW: “Hakikat dunia dibanding dengan akhirat, laksana bilamana seseorang diantara kamu memasukkan jari-jarinya ke dalam laut, maka lihatlah sisa air laut dijarinya itu.”  (H.R. Muslim).
Memang tabiat manusia pada umumnya lebih condong kepada kenikmatan hidup lahiriyah, kehidupan yang nyata yang dapat dilihat oleh mata dan dinikmati oleh indra yang lain. Tak ubahnya seperti orang yang minum air laut, semakin banyak minum semakin terasa haus.
Maka dalam menghadapi kehidupan dan kesenangan ataupun kenikmatan dunia mememerlukan kesabaran.

4. Sabar Terhadap Maksiat
Di dalam menghadapi kemaksiatan kita harus pandai mengendalikan diri supaya jangan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat sebab tarikan/ajakan iblis untuk perbuatan masiat sangat kuat mempengaruhi manusia. Iblis itu bertindak laksana kipas yang terus-menerus mengipasi api yang kecil sehinga akhirnya menjadi besar, merembet dan menjilat kesana-kemari dan ketempat orang lain.
Sabar terhadap maksiat itu bukanlah hanya mengenai diri sendiri saja, tetapi juga mengenai diri, orang lain, yaitu supaya berusaha agar orang lain jangan sampai, terperosok ke jurang kemaksiatan. Sebaliknya mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang salah dan buruk.

5. Sabar dalam Perjuangan
Setiap usaha dari perjuangan tidak selamanya sukses, kadang-kadang mengalami masa naik dan masa jatuh, mengalami keberhasilan dan kegagalan. Kalau usaha atau perjuangan belum berhasil atau sudah nyata mengalami kegagalan, maka hendaklah bersikap sabar menerima kenyataan itu. Sabar dalam arti tidak putus asa, tidak putus harapan dan tidak patah semangat. Susunlah kembali segala kekurangan dan kekuatan, adakanlah introspeksi kembali tentang sebab-sebab kegagalan ataupun kekalahan, dan jadikanlah pelajaran dari kegagalan itu. Apabila usaha dan perjuangan itu berhasil dan menang, maka harus sabar pula mengendalikan emosi yang buruk, sebab pada umumnya akibat dari keberhasilan atau kemenangan itu menyebabkan lupa daratan. Hawa nafsu dilampiaskan, timbul sombong, kejam ataupun balas dendam dan lain sebagainya.
Ada kata-kata hikmah dalam bahasa jawa:“Satrio pinandito, ngluruk tanpo bolo, digdoyo tanpo aji-aji, menang tanpo ngasorake.”(Watak seorang ksatria adalah pemberani, mendatangi musuh tanpa diikuti tentara, kebal tanpa jimat, menang tanpa merendahkan orang lain), “Ojo suko-suko, olo wateke wong suko, nyudo kaprayitna ning batin.”(Jangan terlalu bersukaria, bersukaria yang keterlaluan, bisa mengurangi kebijaksanaan hati).
Sabar disini harus diliputi rasa syukur kepada Allah, harus tetap waspada. Jangan lupa keberhasilan atau kemenangan itu pada hakekatnya tidaklah semata-mata karena kepandaian pribadi, tetapi merupakan rahmat dan karunia dari Allah SWT. Waallahu a’lam bishshowab.